ZAMAN ‘now’, pendidikan telah berubah dari masa analog ke masa digital. Siswa dan guru tidak lagi secara manual melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan aktivitas ceramah, mendengarkan, mencatat saja. Namun sudah lebih massif menggunakan dan memanfaatkan sarana teknologi dan informasi (internet).

Perubahan sosial kemasyarakatan membuat pola, cara pendidikan pun berubah. Guru dan siswa bersama-sama menjadi subjek dan objek belajar. Guru tidak hanya sekadar transfer of knowledge namun juga menjadi insan pembelajar. Saling melengkapi, membantu dan terkait untuk memenuhi kebutuhan dalam KBM bahkan bisa jadi saling menggurui. Karena konsep belajar zaman ‘now’ semakin terbuka dan transparan. Sisi tenaga dan waktu, dimana pun, kapan pun siswa dan guru bersama-sama bisa saling belajar. Menjadikan konsep belajar tanpa batas, ruang dan waktu.

Belajar
Melihat berbagai perubahan sistem dan cara dalam mendidik, siswa dan guru menjadi agen perubahan. Dalam zaman digital pendidikan dan belajar menjadi mudah dan semakin cepat. Konsep e-learning (pembelajaran yang berbasis internet) memudahkan siswa dan guru bisa saling mengakses dan berkomunikasi secara cepat.

Materi pelajaran, tugas dan evaluasi (ulangan) bisa dilakukan dalam pembelajaran berbasis ITE. Maka diusahakan sarana dan prasarana yang ada dalam dunia maya, idealnya dimanfaatkan sebenar-benarnya. Melalui jaringan internet guru dan siswa langsung berinteraksi dalam berbagai akun, melalui pembuatan blog, twiter, facebook, path, yahoo messenger dan berbagai fasilitas lain dalam sosial media.

Dengan demikian, pemanfaatan ITE dengan sosial media (sosmed), dapat dimanfaatkan secara positif. Pertemanan dalam berbagai akun, baik antara antarsiswa, guru dan siswa melalui sosmed saling menguatkan dan mengalirkan nilai-nilai positif dan menguatkan.

Namun kadang kita lupa bahwa fasilitas yang diberikan itu tak ubahnya pisau bermata dua. Fasilitas ITE itu ternyata tidak hanya memudahkan siswa mudah bersosialisasi dengan teman sebayanya, tetapi juga berpotensi menikam mereka dari belakang akibat intensitasnya mengeksplorasi isi materi dunia maya yang tidak mendidik. Melalui alat-alat komunikasi supercanggih itu, siswa akan terjembatani untuk mengeksplorasi persoalan-persoalan sensitif, yang secara materi barangkali tidak tepat atau belum sesuai dengan jenjang umur dan level kedewasaan mereka ( Yulina Eva Riany.2014).

Belajar dari kasus viral video pemukulan guru berdurasi 37 detik kepada siswa -- semula disebutkan di SMP 10 Pangkal Pinang Bangka Belitung namun sudah ada klarifikasi Pemda dan KPAI tidak terjadi di sekolah dan provinsi tersebut (red)-- di sosmed awal Nopember 2017. Dibutuhkan sebuah kesadaran bersama di lingkungan sekolah, bahwa berbagai kegiatan, aksi dan perilaku dalam KBM dengan mudah direkam dan disebarkan.

Banyak kasus lain juga bisa terjadi didunia pendidikan, cyberbullying (kekerasan dunia maya). Kekecewaan siswa atau guru dalam KBM bisa jadi diungkapkan dalam sosmed menjadikan semua masyarakat dunia tahu apa yang sedang terjadi dalam institusi tersebut. Karena dalam sosmed beranggotakan banyak manusia yang memiliki akal dan nurani.

Sarana Humanisasi
Bila pemanfaatan sosmed dalam dunia pendidikan tidak ditempatkan sebagaimana mestinya, maka dengan mudah pendidikan menjadi rusak dan amburadul. Seharusnya sosmed manjadi sarana humanisasi (memanusiakan manusia) dengan saling bertukar ide positif, kreatif dan inovatif. Bukan untuk bullying, melalui ungkapan kasar yang memojokkan seseorang, meng-upload gambar tanpa izin yang provokatif.

Idealnya dengan keleluasaan dunia pendidikan untuk mengakses sumber informasi di dunia maya itu membuka peluang besar bagi proses internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan kepribadian dan karakter siswa. Dengan demikian langkah-langkah protektif dan antisipatif menjadi mutlak ditempuh untuk menghindarkan siswa dari ragam pengaruh negatif dunia maya yang sering lepas kendali dan kontrol.

Idealnya sosmed, bagi guru dan siswa harus saling menjaga perasaan dan hati. Ungkapan ketidaksukaan (marah) bisa dilakukan dengan mengirimkan lewat inbox atau email tanpa harus dipublikasikan secara umum lewat status. Karena prinsipnya manusia itu unik yang menjadikan berbeda satu sama lain. Maka, siswa, guru untuk sosmed bisa dimanfaatkan sebesarbesarnya demi kemaslahatan. Maka setiap guru di kelas bisa menjadikan kasus penyalahgunaan sosmed sebagai pembelajaran demi keberadaban di zaman ‘now’.

(FX Triyas Hadi Prihantoro MP. Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 17 November 2017)